….. sambungan.
- Bani Adam. Adapun istilah bani Adam dan dzuriyah Adam menyertakan nama Nabi Adam AS. Dialah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Adam dan keturunannya makhluk yang dapat diajarkan (belajar). وَعَلَّمَ آ دَ مَ الْأَ سْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ .أَنْبِئُونِي بِأَ سْمَا ءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَا دِ قِينَ “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (QS. Albaqarah, 31). قَا لَ يَا آ دَ مُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَا ئِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنْبَأَ هُمْ بِأَ سْمَا ئِهِمْ قَا لَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَا تِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُ ونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ. “Allah swt berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”. (QS. Albaqarah, 31). Adam Memiliki kelebihan di antara yang lainnya. Terutama dari makhluk bernama Jin dan Malaikat. إِ نَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آ دَ مَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ . “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”. (QS. Al ‘Imran, 33). Adam dan keturunannya adalah makhluk yang dimuliakan Allah swt. وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آ دَ مَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَا تِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍمِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا . “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra, 70). Adam dan keturunannya adalah makhluk yang bisa lupa dan lalai terhadap perintah Allah swt. وَلَقَدْ عَهِدْ نَا إِلَىٰ آ دَ مَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا . “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam (sebelumnya), maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat”. (QS. Thaha, 115). Adam dan keturunannya dilarang menyembah syaithan. أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (QS. Yaasin, 60). Adam dan keturunannya diperintahkan agar sopan dalam berpakaian, makan dan minum juga tidak berlebihan. يَا بَنِي آ دَ مَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ . “Hai bani Adam , pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al A’raf, 31). Bani adam adalah makhluk Istimewa dan dimuliakan oleh Allah swt dibanding makhluk makhluk lain di alam semesta.
- An Naas. Kata an-Naas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata An Naas dalam AlQur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal “berinteraksi” . Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” yang mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi manusia juga merupakan agen sosial yang bisa mempengaruhi atau bahkan dibentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.
Pendapat yang lain mengakarkan pada kata nasa-yanusu artinya bergoncang. Sementara dzu nawwas artinya yang memiliki keilmuan. Konsep An Naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial, Dalam AlQur’an kata An Naas dipakai untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya. Penyebutan manusia dengan kata An Naas tampak lebih menonjolkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lainnya. Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup bersosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri, karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat, ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep An Naas. Manusia dalam pengertian An Naas ini banyak juga dijelaskan dalam AlQur’an, diantaranya يَا أَيُّهَا النَّا سُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَا ئِلَ لِتَعَا رَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa”. (QS. Alhujurat, 13). Ayat ini menjelaskan bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (ta’aruf ). Berikut argument yang memperkuat pernyataan bahwa al-Naas menunjuk pada manusia sebagai makhluk sosial. Pertama, Banyak ayat yang menunjukkan kelompok-kelompok sosial dengan karakteristiknya. Ayat-ayat itu lazimnya dikenal dengan ungkapan wa min An Naas (dan diantara sebagian manusia). Dengan memperhatikan ungkapan ini, kita menemukan kelompok manusia yang menyatakan beriman, tapi sebetulnya tidak beriman, yang mengambil sekutu terhadap Allah, yang hanya memikirkan kehidupan dunia, yang mempesonakan orang dalam pembicaraan tentang kehidupan dunia, tetapi memusuhi kebenaran (2:204), yang berdebat dengan Allah tanpa ilmu, petunjuk, dan al-Kitab (22:3,8; 31:20), yang menyembah Allah dengan iman yang lemah (22:11; 29:10), yang menjual pembicaraan yang menyesatkan (31:6); di samping ada sebagian orang yang rela mengorbankan dirinya untuk mencari kerelaan Allah. Kedua, dengan memperhatikan ungkapan aktsar al-Nas, dapat disimpulkan, sebagian besar manusia mempunyai kualitas rendah, baik dari segi ilmu maupun dari segi iman. Menurut alQur’an sebagian manusia itu tidak berilmu (7:187; 12:21; 28,68; 30:6, 30; 45:26; 34:28,36; 40:57), tidak bersyukur (40:61; 2:243; 12:38), tidak beriman (11:17; 12:103; 13:1), fasiq (5:49), melalaikan ayat-ayat Allah (10:92), kafir (17:89;25:50), dan kebanyakan harus menanggung azab (22:18). Ayat-ayat ini dipertegas dengan ayat-ayat yang menunjukkan sedikitnya kelompok manusia yang beriman (4:66; 38:24; 2:88; 4:46; 4:155), yang berilmu atau dapat mengambil pelajaran (18:22; 7:3; 27:62; 40:58; 69:42), yang bersyukur (34:13; 7:10; 23:78; 67:23; 32:9), yang selamat dari azab Allah (11:116), yang tidak diperdayakan syetan (4:83). Surat 6116 menyimpulkan bukti kedua ini, Jika kamu ikuti kebanyakan yang ada di bumi, mereka akan menyesatkanmu dari jolan Allah. Ketiga, al-Qur’an menegaskan bahwa petunjuk al-Qur’an bukanlah hanya dimaksudkan pada manusia secara individual, tapi juga manusia secara sosial. An Naas sering dihubungkan AlQur’an dengan petunjuk atau Al Kitab (57:25; 4:170; 14:1; 24:35; 39:27; dan sebagainya). Adapun secara umum, penggunaan kata An Naas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti: jangan bertindak kikir dan ingkar nikmat(QS. An Nissa, 37, riya (QS. An Nissa, 38), tidak menyembah dan meminta pertolongan selain pada-Nya (QS. Al Maidah, 44), larangan berbuat zalim (QS. Al A’raaf, 85), kewajiban menjaga keharmonisan sosial antar sesamanya (QS. Al Maidah, 32 dan Huud, 85), agar manusia bias mengambil pelajaran dan menambah keimanannya pada Khaliqnya (QS. Yunus, 2 dan Huud, 17). Kesimpulan….. bahwa Perspektif Alqur’an tentang manusia itu adalah….
- Albasyar. Makhluk yang memiliki Kulit, rambut dan ciri ciri fisik lainnya yang punya keinginan, Nafsu dan kemampuan berkembang biak dan dibekali dengan sifat Fujuur dan Taqwa.
- Al Ins. Makhluk yang terlihat (Nampak), lembut, jinak, akrab, ramah dan menyenangkan. Adalah “makhluk sosial” yang cenderung tinggal di keramaian, membentuk keluarga dan kelompok, dapat bekerja-sama.
- Al Insaan. Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau puncak penciptaan Tuhan yang sempurna dengan kemampuan sosialisasi, berbuat baik sekaligus zhalim kepada sesamanya dan makhluk lainnya.
- Bani Adam. Makhluk yang dimuliakan Allah karena memiliki garis keturunan dari nabi Adam yang memang dimuliakan dari makhluk makhluk lainnya di alam semesta.
- An Naas. Makhluk yang berasal akibat hubungan antar sesamanya dan terus menjaga serta saling mengenal dengan menjaga harmoni diantara mereka dalam hubungan sosial, kemasyarakatan dll.
Bid. SDM.