Ibnu ‘Abdil Barr pernah mengisahkan bahwa ada pemuda dari Bani Hasyim yang ternyata cakap dalam berkomunikasi dan sangat fasih lisannya.
Kisah bermula saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz, cicit dari shahabat Umar bin Khaththab telah resmi menjadi khalifah. Perwakilan delegasi berbondong- bondong datang dari penjuru dunia Islam. Mereka hadir untuk paling tidak mengucap- kan selamat dan dukungan untuk pemimpin yang shalih ini.
Saat tiba giliran perwakilan Hijaz dari Bani Hasyim, ternyata yang menjadi juru bicara mereka adalah seorang pemuda 11 tahun yang tidak jauh dari usia aqil baligh. Melihat usianya semuda itu lantas Umar bin Abdul Aziz menyatakan, “Biarkanlah yang maju untuk berbicara orang yang lebih tua dari kamu.”
Pemuda tersebut menjawab dengan kehebatan berkomunikasi, “Semoga Allah memperbaiki keadaanmu wahai Amirul Mu’minin, sungguh, seseorang itu hanya dinilai berdasarkan dua anggota tubuhnya yang kecil, yakni hati dan lisanya. Apabila Allah telah menganugerahkan kepada seorang hamba lisan yang pandai berbicara dan hati yang selalu ingat, sesungguhnya ia berhak untuk bicara karena kelebihannya telah dikenal oleh orang yang telah mendengar khutbahnya, wahai Amirul Mu’minin, seandainya yang menjadi parameter dari suatu urusan adalah berdasarkan usia, tentulah dari kalangan umat ini ada orang yang lebih berhak menduduki kedudukanmu (kekhalifahan) daripada engkau.”
Benar saja, Umar bin Abdul ‘Aziz sendiri termasuk khalifah yang diangkat di usia muda. Usianya belum sampai 30 tahun. Melihat kefasihannya berbicara, keanggunannya berkomunikasi, maka Umar pun mempersilahkan: “Kamu benar! Kalau begitu, katakanlah apa yang ingin kamu katakan.”
Setelah kembali menyimak pembicaraannya, Umar malah ingin dinasihati oleh pemuda tersebut, “Wahai pemuda, nasihatilah diriku!” Pemuda itu pun lanjut menasihati Umar dengan kefasihan kata-kata. Jiwa Umar pun bergetar dengan nasihat ‘bocah’ 11 tahun tersebut.
Setelah itu, Umar penasaran dan bertanya pada orang lain, “Siapakah sesungguhnya pemuda itu?” Ternyata pemuda itu diketahui baru berusia 11 tahun, ia termasuk keturunan dari Husain bin Ali. Tidak segan-segan, Umar pun lantas memuji serta mendoakan kebaikan untuknya (Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Bar, dalam At-Tamhid, XXIII/204).
Dari riwayat di atas maka ada beberapa kandungan ‘ibrah yang bisa kita ambil:
- Jika seorang pemuda sudah mampu mewakili kaumnya, lalu disetujui oleh yang lebih senior maka dipersilahkan pemuda itu menunjukkan kemampuannya.
- Kebesaran jiwa Amirul Mu’minin Umar bin Abdul ‘Aziz kendati dinasihati ‘anak-anak’ yang baru berusia aqil baligh. Beliau inilah khalifah terbaik Bani Umayyah, selain shahabat Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhuma.
- Kehebatan berkomunikasi pemuda 11 tahun ini sampai bisa menggetarkan jiwa seorang khalifah yang shalih.
- Pemuda ini dari Bani Hasyim, keturunan Husain bin Ali radhiyallahu’anhuma, sehingga kita bisa menyimpulkan pemuda ini telah dibiasakan oleh orang tua maupun keluarganya agar berbicara dengan anggun, serta kefasihan menyampaikan pesan.
Bayangkan ada bocah 11 tahun yang nasihatnya menggetarkan jiwa seorang khalifah.
Saat ini kita mendapati omongan anak-anak usia 11 tahun tidak jauh dari film kartun, candaan, atau permainan. Bahkan sebagian besar hal lainnya adalah hal yang kurang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
Adanya keluarga yang shalih, hebat dan anggun dalam berkomunikasi, menjadi sebab lahirnya pemuda 11 tahun ini. Mana mungkin tumbuh buah yang baik dan segar, andaikan akar, tanah dan pohonnya rusak.
Selain itu faktor lingkungan, atau faktor persahabatan turut mempengaruhi pertumbuhan pemuda-pemuda kita…
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu mengikuti agama khalilnya (orang kesayangan, sahabat), maka seorang di antara kalia hendaknya memperhatikan siapa yang menjadi khalilnya,” demikian hadits Rasulullah yang masyhur tentang persahabatan dan pergaulan (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Penulis : Ilham Martasyabana, penggiat Sirah Nabawiyah