Para pendeta Romawi sedang memberikan motivasi-motivasi dari bible, saat para prajurit yang berjumlah 240 ribu pasukan itu mendekati tanah Yarmuk. Hari itu ialah hari perang terbesar. Jika mereka sampai kalah, kota suci Yerussalem Al-Quds akan jatuh ke tangan pasukan Muslim yang kuantitasnya hanya seperlima dari mereka.
Hari itu ialah hari penentuan sejarah dunia, di mana dua kekuatan peradaban hebat mengalami clash. Sebagai pemuncak peradaban dan kemegahan dunia, Romawi Byzantium pantas berbangga diri, bersama Persia, peradaban Romawi sudah berabad-abad memuncaki pentas antar peradaban yang terjadi dalam sejarah manusia.
Peradaban penantangnya kali ini ialah Peradaban Islam, yang muncul dari Hijaz. Peradaban risalah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah SAW beserta para shahabatnya.
Riwayat populer mengenai pasukan Romawi Byzantium di Yarmuk, berjumlah 240 ribu prajurit, setiap 80 ribu prajurit masing-masing merupakan prajurit infanteri, kaveleri, dan pasukan yang dirantai. Sedangkan pasukan Mujahidin Islam berjumlah ‘hanya’ 46 ribu jiwa, demikian Tarikh Ath-Thabari meriwayatkan dalam bab “Peristiwa Tahun 13 Hijriyah” dan “Berita Perang Yarmuk.” Sedangkan dalam Futuh Asy-Syam karya Abu Isma’il Al-Azdi beliau meriwayatkan bahwa total pasukan Romawi berjumlah 400 ribu prajurit. Dengan demikian riwayat popular dari Tarikh Ath-Thabari dan Al-Bidayah wa An-Nihayah Ibnu Katsir masih termasuk perkiraan yang paling sedikit.
Singkat kisah, clash of civilizations dalam arti kata sebenarnya antara Islam dan Romawi Timur (Byzantium) mulai terjadi di bulan Jumadil Ula tahun 8 Hijriyah, saat Rasulullah SAW masih memimpin. Kita mengenal clash tersebut sebagai Perang Mu’tah, di mana 3 shahabat Nabi mendapat syahidnya, yakni Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah radhiyallahu’anhum ( Maghazi Musa bin Uqbah, bab ghazwah Mu’tah, Jumadil Ula tahun 8 H; juga rujuk Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Maghazi Al-Waqidi, bab ghazwah Mu’tah). Setelah itu, Perang Tabuk (tahun 9 Hijriyah) dan ekspedisi militer Usamah bin Zaid ke Balqa, Syam (kini Jordania), tahun 11 Hijriyah.
Di Syam, Usamah memerangi tentara Romawi dari kalangan Arab Nasrani dan mengalahkan mereka. Ini berdampak besar terhadap citra pasukan kaum Muslimin. Sampai-sampai Kaisar Heraclius berkata tentang penyerbuan dari Usamah tersebut, “Sungguh tidak mungkin, karena kematian beberapa teman saja, mereka menyerbu negeri kita” ( Thabaqat Al-Kubra, juz 4, bab Usamah bin Zaid ).
Praktis setelah itu, pertempuran demi pertempuran antara Islam dan Romawi makin mengemuka. Intensitasnya pun semakin sering, karena Madinah menganggap bahwa Romawi Byzantium ialah ancaman, baik secara politik dan militer.
Hal yang sama pun dirasakan peradaban ‘para kaisar’, mereka menganggap peradaban baru dari padang pasir Arab mengancam mereka baik secara kedaulatan, politik maupun militer.
Perang Yarmuk dari sumber kitab-kitab sejarah Islam klasik, terjadi bulan Rajab. Ada yang menyatakan tahun 13 Hijriyah ( Tarikh Ath-Thabari, Al-Bidayah wa An-Nihayah ), dan ada pula yang menyatakan tahun 15 Hijriyah ( Tarikh Khalifah bin Khayyath, Futuhul Buldan Imam Al-Baladzuri, Tarikh Damsyq Ibnu Asyakir ). Sebuah momentum peperangan terbesar antara Peradaban Romawi dan Islam.
Sebagaimana telah diungkapkan, Romawi Bizantium saat itu sebagai juara bertahan pemuncak dunia, negara adidaya, sebagai penantangnya adalah Peradaban Islam yang kala itu masih peradaban baru. Perang tersebut terjadi beberapa hari, merupakan klimaks dari pertempuran antara Romawi Timur (Byzantium) dengan Islam. Praktis setelah kekalahan ini Romawi tidak bisa bangkit lagi, dan hanya menyisakan pertempuran-pertempuran yang tak terlalu menentukan di Syam.
Heraclius setelah pertempuran ini akhirnya kabur ke Hims (Suriah, sekarang Homs), lalu melanjutkan perjalanan kaburnya ke Konstantinopel, ibukota Romawi Byzantium.
Perang Yarmuk disebut-sebut sebagai perang terbesar antara Islam dan Romawi di masa futuhat Syam. Laksana Perang Qadisiyah antara Islam melawan Persia. Perang Yarmuk juga merupakan perang terakhir Khalid bin Walid sebagai panglima perang tertinggi kaum Muslimin, karena Umar bin Khaththab sebagai Amirul Mukminin saat itu mengkhawatirkan pasukan Muslim menyandarkan kemenangan karena dipimpin Khalid, bukan menyandarkan karena Allah.
Singkatnya, akan terjadi pengkultusan terhadap Khalid dari barisan Mujahidin ( Tarikh Ath-Thabari, bab Riwayat Pemberhentian Khalid bin Walid ).
Menarik tentunya jika kita menjelaskan hal yang sering luput dibahas dalam tulisan mengenai tarikh perang Yarmuk. Yakni soal mengurai orasi peperangan dari para shahabat Rasulullah.
Para mujahidin Islam, dikisahkan saling berorasi, menasihati dan memberi wejangan menjelang perang penentuan ini. Perang yang jika kaum Muslimin kalah, mungkin untuk selama-lamanya tidak akan bisa mengalahkan Romawi Byzantium, sedangkan pertaruhannya untuk Romawi ialah, mereka akan kehilangan setengah Romawi yakni negeri Syam dan kota suci Yerussalem Al-Quds yang dikuduskan, baik oleh agama mereka maupun oleh pihak Islam.
Beberapa perang para shahabat Nabi yang akan kami bahas dalam beberapa tulisan ini ialah, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Amr bin Al-Ash (selaku komandang perang di bawah panglima Khalid bin Walid), lalu ada kampanye perang dari dua ulama ahli Al-Qur’an, hadits dan fiqih di kalangan shahabat: Mu’adz bin Jabal dan Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr; dan yang terakhir ialah kampanye perang dari Abu Sufyan bin Harb selaku ‘sesepuh Arab’.
Kali ini kami akan menguraikan dua di antaranya saja, yakni orasi dari Abu Ubaidah bin Al-Jarrah menjelang Perang Yarmuk, juga dengan orasi Mu’adz bin Jabal.
Nasihat-nasihat dalam orasi mereka juga mengandung nilai sunnatullah dalam sejarah peradaban.
… (bersambung)
*dimuat majalah Tabligh edisi November dan Desember 2021