SUATU ketika Imam Hasan Al-Bashri didatangi seorang laki-laki yang ingin curhat kepadanya. “Sesungguhnya aku melakukan banyak dosa. Tapi ternyata rizqiku tetap lancar-lancar saja. Bahkan bertambah terus dari sebelumnya.
Sang Imam ‘ulama tabi’in agung dari Bashrah itu tersenyum prihatin dan bertanya, “Apakah semalam engkau menunaikan qiyamullail, wahai saudaraku?”
“Tidak,” jawabnya heran.
“Sesungguhnya jika Allah langsung menghukum semua makhluk yang berdosa dengan memutus rezeki mereka, niscaya semua manusia di bumi ini sudah binasa. Betapa dunia ini tak berharga di sisi Allah walau sehelai sayap nyamuk pun, maka Allah tetap memberikan rezeki, bahkan kepada orang-orang yang kufur terhadap-Nya.”
“Adapun bagi kita orang mukmin,” sambung beliau, “hukuman atas dosa adalah HILANGNYA KEMESRAAN dengan Allah Subhaanahu wa Ta’ala.”
Hilangnya kemesraan dengan Allah bentuknya macam-macam. Bisa berupa tidak bergairah untuk ibadah, tapi di sisi lain bergairah untuk maksiat. Tidak merasa bersalah membuang waktu untuk berbuat maksiat atau makruh.
Bisa juga berupa sering lupa dan mengulur-ulur waktu untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah.
Bisa juga berupa hilangnya muroqobah (merasa diawasi Allah).
Bisa juga berupa malasnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar, menasehati dan berdakwah kepada orang lain.
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Kiriman temen SMP 79 : Cecep Gunawan