Allah SWT menciptakan semua yang ada di dunia ini berpasang-pasangan. Lelaki dan perempuan, besar dan kecil, siang dan malam, menang dan kalah, dan seterusnya. Begitu juga dalam kehidupan manusia. Mereka akan bertemu dua persimpangan dalam jalan kehidupannya. Ia harus memilih sama ada jalan yang lurus (Shiratul mustaqim) atau jalan yang sesat (Jahiliyah). Al-Qur’ telah menjelaskan tentang hakikat diri manusia yang di dalamnya ada dua unsur, keduanya akan saling bertarung untuk memenangi yang empunya diri. Firman Allah:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. As-Syams: 8-10)
Jalan “fujur’ adalah jalan kaum yang sesat dan jalan kaum yang dimurkai Allah. Manakala jalan “taqwa” adalah jalan orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Ketiga ayat diatas berbicara tentang jiwa manusia secara umum, bukan jiwa kaum muslimin saja. Artinya berlaku buat seluruh manusia tidak peduli dari golongan manapun dia. Apakah dia muslim, atau yahudi atau nashrani atau shabiin (orang orang diluar kelompok tersebut),…semua manusia di dunia ini punya kesempatan sama untuk memilih dua kecenderungan jalan yang sudah diilhamkan Allah atas jiwa manusia itu.
Allah berfirman:
وَلَهَدَيْنَٰهُمْ صِرَٰطًا مُّسْتَقِيمًا وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا
“…dan pasti Kami tunjukki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahkan nikmat oleh Allah, iaitu: Para Nabi, para shiddiqin, orang yang mati syahid dan orang-orang soleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. an-Nisaa’: 68-69)
Jalan fujur dan taqwa, masing-masing memiliki “daya magnet” dan “medan magnet” yang tersendiri. Masing-masing memiliki garis edar yang tidak akan pernah beriringan antara satu sama lain. Jalan fujur berada di kutub “batil” sedangkan jalan taqwa pula berada di kutub “al-haq”. Keduanya akan sentiasa saling menghancurkan.
Manusia, adalah satu-satunya makhluk yang diberi kebebasan memilih jalan yang akan ditempuhinya. Namun dalam kehidupannya mereka akan tidak terlepas tanpa melalui kedua jalan tersebut. Manusia pada satu ketika mungkin akan berada di atas jalan fujur, sedang pada ketika yang lain akan berada di jalan taqwa. Semuanya ini amat bergantung pada sejauhmana kekerapan seseorang itu memperbahrui perjanjiannya (syahadah) kepada Allah SWT. Namun yang PASTI tidak mungkin sama sekali manusia itu akan berada di atas kedua-dua jalan dalam satu masa. Sesungguhnya kedua-dua jalan ini selama-lamanya tidak akan pernah bertemu, meskipun pada satu titik. Allah tidak pernah menciptakan dua hati dalam diri seseorang.
Sebuah gambaran yang menarik mengenai sifat fujur dan taqwa ini adalah kedua-duanya ibarat dua benih tanaman yang berbeda. Kemudian benih ini disemai pada sebuah tapak semaian dalam lubang yang berbeda. Tumbuh atau tidaknya kedua benih tersebut amat bergantung kepada air yang disiramkan, baja yang ditaburkan, racun pembasmi serangga perusak yang disemburkan dan sejauhmana kerajinan serta ketekunan si penanam dalam membersihkan rumput-rumput yang mengganggu tanaman yang berada di sekitarnya.
Satu benih akan menumbuhkan satu tanaman yang memiliki akar yang kuat dan menghujam jauh ke dalam tanah. Ketika batangnya menancap kuat dan cabang-cabangnya tinggi melangit. Tanaman ini menyenangkan hati si penanam juga orang-orang yang memandangnya. Sebuah pohon yang mampu memberi naungan bagi yang ingin berteduh, begitu kukuh dan tidak mudah tumbang ketika ditiup angin malah menghasilkan buah-buahan yang lezat sepanjang tahun. Inilah pohon taqwa.
Sementara benih yang satu lagi akan menumbuhkan satu tanaman yang memiliki akar rerambut yang rapuh dan tidak menghujam ke dalam tanah. Ia begitu rapuh sehingga tidak kuat menampung batangnya apatah lagi jika ditiup angin, pasti musnah sama sekali. Tumbuhan ini ibarat pepohon parasit. Kehadirannya tak pernah diharapkan oleh si empunya tanah. Bukan saja tidak menghasilkan buah-buahan yang lezat bahkan mengganggu kehidupan lain serta merusak tekstur tanah. Inilah pohon fujur.
Jadi orang-orang yang soleh adalah ibarat para petani pohon taqwa yang berjaya. Mereka berfikiran rasional. Dengan kewarasannyalah mereka hanya memilih untuk menghidup suburkan pohon taqwa saja. Sementara benih pohon fujur tidak akan diberi ruang, peluang dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya “ahlul maksiat” (orang-orang yang melakukan maksiat) adalah mereka yang tidak rasional. Tidak waras kerana telah memilih untuk menghidup suburkan pohon fujur. Lebih menyedihkan mereka membiarkan benih pohon taqwa dan akhirnya benih itu mati sebelum berputik.
Menganalisa Diri
Mengapa perlu menganalisa diri?. Ini diilhamkan oleh beberapa ayat Allah yang mengajak manusia berfikir tentang diri manusia itu sendiri. Begitu juga dengan firman-firman Allah yang menerangkan tentang adanya daya tarik menarik antara kekuatan jahiliyah (al-Batil) dengan al-haq pada setiap insan. Ketika al-haq itu pula digambarkan sebagai kekuatan yang memiliki satu sumber yaitu Allah SWT, sementara “zhulumaat” (kesesatan dan kegelapan) memiliki pelbagai sumber, pelbagai bentuk dan jalan. Firman Allah:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; ia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (Iman). Dan orang-orang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah ayat 257)
Kekuatan Diri (Strength).
Ia bermaksud apa saja kekuatan dan kelebihan asas yang dimiliki manusia. Kekuatan ini adalah fitrah Islam yang tertanam di dasar hati setiap manusia yang dibawa sejak ia lahir. Dalam suarh, Allah SWT berfirman:
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّکَ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُہُوۡرِہِمۡ ذُرِّیَّتَہُمۡ وَ اَشۡہَدَہُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا ۚۛ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ اِنَّا کُنَّا عَنۡ ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A’raf ayat 172)
…Dalil lain yang menyatakan adanya kekuatan dasar ini adalah sabda Rasulullah SAW: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Fitrah insani sebagai kekuatan dasar merupakan modal awal manusia dalam menempuh kehidupan. Setiap bayi yang lahir memiliki kadar fitrah yang sama meskipun berasal dari status sosial yang berbeda. Perjalanan hduplah yang membedakan kadar fitrah itu pada kemudian hari.
Kelemahan Diri (Weakness).
Kelemahan-kelemahan manusia yang bersifat “basyari”. Sebagaimana yang diungkapkan dalam al-Qur’dan, seperti “dha’if, tergesa-gesa, berputus asa dan berkeluh kesah”. Keempat-empat sifat ini merupakan sifat yang dibawa manusia sejak lahir.
1. Dhaif
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa, ayat 28)
2. Zhalim dan Bodoh
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S Al-Ahzab : 72)
3. Bersedih Hati
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Q.S Al Baqarah: 62)
4. Tergesa-gesa,
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ ۖ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (QS. Al-Isra’ 11)
5. Berkeluh Kesah
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (QS. Al-Ma’arij, 19-21)
6. Kikir
قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
“Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan adalah manusia itu sangat kikir.” (Q.S. Al-Isra’ : 100)
7. Berputus asa
لَا يَسْأَمُ الْإِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (Q.S Al-Fushshilat : 49)
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ ۖ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa”. (QS. al-Isra’: 83)
- Penakut
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah: 155)
- Ingkar
وَجَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبَادِهِ جُزْءًا ۚ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَكَفُورٌ مُبِينٌ
Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah). (Q.S. Az-Zukhruf : 15)
إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ
Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-’Aadiyaat : 6)
- Suka Membantah
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
“Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (Q.S. an-Nahl 4)
- Melampaui Batas
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنْبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَنْ لَمْ يَدْعُنَا إِلَىٰ ضُرٍّ مَسَّهُ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus : 12)
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (Q.S al-Alaq : 6)
- Pelupa
وَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا ۖ إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (Q.S Az-Zumar : 8 )
- Panjang Angan-angan
يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمْ فَتَنْتُمْ أَنْفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَارْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّىٰ جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
“Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.” (Q.S Al Hadid 14)
- Suka Berprasangka
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Yunus 36)
- Lalai dan Gampang Terpedaya
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.S At-takaatsur 1)
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah” (Q.S Al-Infithar : 6)
Peluang (Opportunity).
Peluang-peluang yang dapat membawa manusia kepada keselamatan dan keuntungan (husnul khatimah). Seperti melipat gandakan pahala dan tidak melipat gandakan dosa, merebut peluang besarnya ganjaran pahala di bulan Ramadhan, juga ganjaran orang yang mati syahid di jalan Allah dan sebagainya.
Begitu juga dengan menyumbangkan (infaq) harta yang ada pada jalan Allah pasti ia memperolehi ganjaran yang berlipatganda sehingga 700 kali ganda. Firman Allah :
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada setiap bulir : seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261)
Manakala mereka yang gemar membaca al-Qur’dan, bagi setiap huruf yang dibacanya akan dibalas 10 kali ganda. (Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Tarmidzi).
Halangan dan Rintangan (Threat).
Ia merupakan hambatan dan rintangan-rintangan yang menyebabkan manusia menjadi orang yang celaka dan rugi. Seperti bisikan syaitan, budaya jahiliyah, tarikan duniawi dan sebagainya.
Dari sekian banyak rintangan dan kekangan yang menyebabkan kecelakaan bagi manusia, godaan syaitan merupakan rintangan yang paling hebat, berat dan sukar. Nabi Allah Adam dan Hawa dihukum Allah (diturunkan ke dunia) lantaran pujuk rayu syaitan. Qabil terdorong membunuh Habil kerana bisikan syaitan. Sesungguhnya syaitan telah bersumpah akan menggoda manusia dengan seluruh kekuatan agar manusia terkeluar dari jalan taqwa. Sebagaimana firman Allah:
قَالَ أَرَءَيْتَكَ هَٰذَا ٱلَّذِى كَرَّمْتَ عَلَىَّ لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُۥٓ إِلَّا قَلِيلًا قَالَ ٱذْهَبْ فَمَن تَبِعَكَ مِنْهُمْ فَإِنَّ جَهَنَّمَ جَزَآؤُكُمْ جَزَآءً مَّوْفُورًا وَٱسْتَفْزِزْ مَنِ ٱسْتَطَعْتَ مِنْهُم بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِم بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ وَعِدْهُمْ ۚ وَمَا يَعِدُهُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ إِلَّا غُرُورًا إِنَّ عِبَادِى لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَٰنٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا
“Dia (Iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari Kiamat, nescaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya kecuali sebahagian kecil.” “Tuhan befirman: “Pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup.” “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka.”
“Sesungguhnya hamba-hamba Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan mu sebagai Penjaga.” (QS. Al-Isra’, 62-65)
Menganalisa diri amat penting dalam muhasabah. Di mana kedudukan kita sekarang? Sebesar mana usaha dan upaya kita mengembangkan potensi kekuatan diri. Dan bagaimana usaha kita untuk meminimalisir dan mengurangi kelemahan diri serta tantangan yang ada?. Marilah sama-sama kita “tepuk dada, tanyalah iman”…….
Kecenderungan fujur
- Mematikan perasaan perasaan rindu kepada Tuhan, dan menggantinya dengan aktivitas keseharian, atau hiburan untuk mengusir kesepian,…
- Memperturutkan keinginan walaupun bertentangan dengan akal sehat
- Sombong, sulit menerima pendapat orang lain walaupun sebenarnya dia tau bahwa pendapat orang lain itu lebih tepat dan masuk akal dibanding pendapatnya sendiri
- Tidak mau mengikuti orang lain karena ingin beda, tidak mau menjadi imitator (peniru) tapi ingin dianggap sebagai pendahulu (inovator). Biasanya kita menyebut nya sebagai orang yang gengsi mengikuti orang lain,… dia hanya mau melakukan sesuatu kalau berasal dari hati dan pikirannya sendiri bukan karena ajakan atau argumentasi orang lain.
- Suka membantah tanpa memilah,…asal sesuatu itu berasal dari kelompok lain selalu saja dibantahnya tanpa runut pemikiran yang benar (tanpa alasan yang masuk akal) pokoknya asal tidak aja,…
Kecenderungan Taqwa
- Suka memperhatikan perasaah rindu kepada Tuhan. Saat saat kesendirian dimanfaatkannya untuk merenungi hidup,..merenungi dirinya,..merenungi alam sekitarnya,..dan terus memupuk keingintahuannya akan hakikat semesta alam serta hubungannya dengan Tuhan yang menciptakan
- Sabar,..berusaha menahan keinginan jika menurut pikirannya keinginan itu bakal merugikan diri sendiri atau orang lain
- Rendah Hati,…berani meyakini bahkan membela pendapat terbaik sekalipun pendapat itu berseberangan dengan pendapat sendiri atau pendapat kelompoknya
- Berani membandingkan pendapat pribadinya dengan pendapat lain. Jika dengan disiplin berpikir yang runut dia mendapati pendapat pribadinya yang lebih masuk akal maka dia tetap teguh dalam pendiriannya, tapi ketika suatu saat datang pendapat lain yang lebih masuk akal, tak segan dia langsung menerima dan mengubah keyakinannya
- Berani mengatakan kepada orang lain atau kelompok lain,… jika anda benar dan saya salah maka saya tidak sepantasnya terus berada dalam keyakinan saya yang salah,… saya dengan sukarela akan mengikuti anda,…
Solusi
- Tetap berpegang teguh kepada tali agama dan petunjuk-petunjuk dari Allah
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah : 38)
- Tetap berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang melanda
tetap berada dalam ketaatan disini, berarti bersegera menyambut amal-amal kebaikan. Mungkin seperti syair yang dilantunkan Abdullah bin Rawahah untuk mengembalikan semangatnya saat nyalinya mulai ciut di perang mut’ah ketika dua orang sahabatnya yang juga komandan pasukan pergi mendahuluinya. “wahai jiwa, jika syurga sudah di depan mata mengapa engkau ragu meraihnya”
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. Ali Imran : 133)
- Jaga keimanan kita
adalah hal yang wajar, iman seseorang naik turun dan berfluktuatif. Sama mungkin seperti yang dikhawatirkan sahabat Hanzalah, ketika ia curhat kepada abu Bakar bahwa ia termasuk orang yang celaka. Mengapa demikian? karena ia merasa Imannya turun ketika jauh dari Rasulullah. Ternyata itu pula yang dirasakan lelaki dengan iman tanpa retak itu. Hinga mereka berdua akhirnya menghadap Rasulullah. Mendengar permasalahn mereka, Rasulullah hanya tersenyum dan menjawab, “selangkah demi selangkah Hanzalah!”
Tetapi sungguh, iman seorang mukmin yang baik, akan tetap memiliki trend yang menanjak.
Disinilah mungkin loyalitas kita kepada Allah diuji. Apakah kita bisa, belajar mencintai Allah diatas segala sesuatu, belajar mencintai sesuatu karena Allah, serta belajar membenci kekufuran!!!
- Berjama’ah
manusia itu lemah ketika sendiri dan kuat ketika berjama’ah. Adakah yang meragukannya?
Bid. SDM
DKM Albarokah