وَابْتَلُوا الْيَتامى حَتَّى إِذا بَلَغُوا النِّكاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوالَهُم
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah rusydan (cerdas) maka serahkanlah kepada mereka harta mereka.” (QS An-Nisa: 6)
Setelah aqil baligh, ada konsep ar-rusydu atau rusydan sebagaimana dijelaskan oleh QS An-Nisa ayat 6, “Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah, kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah rusydan (cerdas) maka serahkanlah kepada mereka harta mereka.”
Ayat yang agung ini memperkenalkan kepada kita konsep baligh dan rusydan. Mengingat di dalam Islam tidak ada istilah remaja usia belasan ( teens ) dalam konsep psikologi perkembangan Barat.
Yang ada hanya dua: anak kecil dan dewasa, keduanya dibedakan dengan aqil balighnya. Oleh karena itulah pendidikan kematangan jiwa dan keterampilan menjelang usia aqil baligh hingga usia-usia awal aqil baligh menjadi hal yang krusial.
Saat menjelaskan arti secara bahasanya atau mufrodaat lughawiyyah, Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, usia nikah yakni usia aqil baligh, tandanya ialah mengalami mimpi basah atau telah mencapai usia aqil baligh sebagaimana dikenal, yang menurut Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal telah genap berusia 15 tahun.
Rusydan atau ar-rusydu diartikan oleh Wahbah Az-Zuhaili sebagai kedewasaan dan kecakapan dalam mengelola maupun menjaga harta. “Ar-Rusydu menurut Imam Asy-Syafi’i adalah baiknya keagamaan dan kecakapan di dalam menjaga dan mengelola harta.”
Ar-Rusydu memiliki arti bahwa seorang pemuda yang telah aqil baligh, serta sudah baik pemahaman agamanya, serta sudah cakap menjaga maupun mengelola harta. Jika sudah sampai taraf seperti ini, maka ia sudah matang untuk disiapkan menjadi pemimpin besar, berperan dalam tugas dakwah, atau menjalan visi-misi peradaban Islam.
Dengan begitu rusydan atau ar-rusydu tak akan dicapai kecuali kalau seorang anak telah aqil baligh, ar-rusydu adalah fase yang lebih matang yang kemungkinan besar tidak bisa dinilai dari segi usia.
Bisa jadi usia belasan tahun ada seseorang yang telah pandai mengelola, memanajemen, dan menjaga hartanya, sebaliknya bisa juga sudah usia 30-an namun tetap tidak bisa mengelola, memanajemen maupun menjaga hartanya sendiri. Maka kuncinya adalah pemahaman agama dan kematangan jiwa.
Penulis : Ilham Martasyabana, ponpes Sirah Nabawiyah Al Quds disadur dari buku karangan penulis Bulughu Shibyan